Mempersoalkan Patriarki dalam Kacamata Islam (1)

 

Sumber Gambar : radioidola.com

Penulis : Kang Fikar


Harus diakui bahwa ada beberapa tafsiran ulama yang tidak relevan dengan konteks kepemimpinan (qawwâmah), sehingga menimbulkan kesalahpahaman bahwa pribadi laki-laki lebih mulia dan superior daripada perempuan; dan bahwa peran perempuan dalam keluarga telah dikebiri.


Di antaranya, ada ulama yang menafsirkan bahwa salah satu kelebihan yang dimaksud dalam ayat al-Quran adalah kebolehan laki-laki berpoligami dan ketidakbolehan perempuan melakukannya. Padahal, poligami tidak ada kaitan dan tidak relevan dengan konteks kepemimpinan yang diperbincangkan dalam ayat tersebut.


Kelebihan yang dimaksud dalam ayat di atas tidak berarti bahwa pribadi laki-laki lebih mulia daripada pribadi perempuan. Dalam ayat tersebut Allah SWT tidak mengatakan, “Laki-laki lebih mulia daripada perempuan”, tetapi Allah hanya menyebutkan, “Sebagian kalian dilebihkan atas sebagian yang lain”. Hal itu menegaskan, secara esensial, pribadi laki-laki dan perempuan adalah sama belaka, tidak ada yang lebih mulia hanya karena jenis kelaminnya.


Para mufasir mengibaratkan laki-laki dan perempuan tak ubahnya anggota badan. Jika laki-laki adalah kepala, maka perempuan adalah tubuh. Sudah semestinya antara anggota badan tidak merasa lebih baik daripada anggota badan lainnya. Sebab, setiap anggota badan mempunyai dan melaksanakan fungsi dan tugasnya masing-masing. Jadi, kepala yang ada di atas tidak berarti lebih mulia dari kaki yang berada di bawah.


Imam Abu Zahrah menyebutkan:

“Allah SWT mengatakan, “Oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita)” dan tidak tegas mengatakan, “Laki-laki dilebihkan atas perempuan” sebagai indikasi kolektifitas laki-laki dan perempuan, bahwa sesungguhnya laki-laki bagian dari perempuan dan perempuan bagian dari laki-laki. Pun, menunjukkan bahwa kelebihan dimaksud untuk kebaikan bersama dan setiap pihak mesti melaksanakan tugas dan fungsinya sebagaimana telah diprogramkan Allah".


Baca Juga : Islam Kosmopolitan dan Universalisme Islam : Sebuah Perkenalan


Muhammad Abduh juga menegaskan bahwa tidak seharusnya bagi laki-laki berlaku diskriminatif terhadap perempuan gegara mempunyai kelebihan. Pun, tidak seharusnya bagi perempuan terbebani dan menganggapnya mengebiri eksistensi dirinya. Sebab, bukanlah aib bagi seseorang bila kepalanya lebih baik daripada tangannya; dan hatinya lebih baik daripada perutnya. Lebih dari itu, kelebihan sebagian anggota badan atas sebagian yang lain adalah untuk kemaslahatan badan itu sendiri dan tidak menciderai anggota badan lainnya. Justru dengan hal itu, semua anggota badan dapat berguna dan berfungsi dengan baik.


Nah, lanjut Muhammad Abduh, demikian pun dengan hikmah dibalik kelebihan laki-laki atas perempuan dalam aspek kekuatan. Hal itu agar laki-laki mampu bekerja dan melindungi eksistensi perempuan, sehingga mereka bisa fokus menjalankan tugasnya sendiri dengan mudah, yaitu hamil, mempunyai anak, dan merawatnya.


Selain itu, jika diartikan pribadi laki-laki lebih mulia daripada perempuan, akan bertentangan dengan firman Allah SWT berikut:

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS al-Hujurat [49]: 13).


Bersambung...



Penulis adalah kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Universitas Zainul Hasan (UNZAH) Semampir, Kraksaan, Probolinggo.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama